Minggu, 26 Oktober 2014

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai Martapura

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai Martapura



Keberadaan Kerajaan Kutai Martapura sebenarnya kurang diketahui pada zaman dulu, ini dikarenakan sedikitnya informasi dari dalam maupun luar negeri yang bisa didapatkan, seperti prasasti atau berita dari luar negeri. Prasasti yang menunjukkan adanya Kerajaan Kutai Martapura yang bisa ditemukan saat ini adalah 7 buah prasasti (batu prasasti yang biasa disebut Yupa) di daerah Kalimantan Timur. Ketujuh prasasti itu menggunakan huruf pallawa dengan bahasa sansekerta kuno yang menunjukkan pengaruh India yang sangat kental pada kerajaan ini.

Kerajaan Kutai Martapura merupakan kerajaan tertua di Nusantara dan kerajaan hindu pertama di Indonesia. Sebenarnya nama Kutai adalah pemberian dari para ahli sejarah, ini dikarenakan tidak adanya bukti atau prasasti yang menyebutkan nama dari kerajaan itu. Berbagai sumber, khususnya berita dari Cina yang menyebutkan Kho-Thay, kata “Kho” yang berarti kerajaan, sedangkan kata “Thay” berarti besar, yang pada akhirnya dinamakan Kutai, yang berarti kerajaan besar. Ada juga sumber yang berasal dari berita India yang menyebutkan istilah Quetaire yang berarti hutan belantara. Selain berita atau pendapat dari luar negeri, kitab Negarakrtagama juga menyinggung istilah Kutai dengan menyebutkan istilah Tunyung Kute atau dapat ditafsirkan dengan “Tunjung Kutai”. Kerajaan ini telah berkuasa dan menjalankan pemerintahannya pada abad ke-4 atau awal abad ke-5 masehi.


Kerajaan ini didirikan oleh Maharaja Sri Kundungga (ada yang menyebut dengan Kundunga atau Kudunga) di tempuran sungai Mahakam dan sungai Kedung Rantau, Muara Kaman, Kalimantan Timur pada seputar tahun 350 M. Selama dia berkuasa, yaitu sekitar tahun 350-375 M, Maharaja Sri Kundungga didampingi permaisuri yang bernama Sri Gamboh (Mahadewi Gabok). Mereka memiliki 5 orang puteri, yakni Puteri Karang Kelungsu, Puteri Ragel Mayang, Puteri Ragel Kemuning, Puteri Mayang Sari dan Puteri Sri Gari (Mahadewi Sri Gari).

Sabtu, 25 Oktober 2014

Sejarah Kerajaan Kutai

Sejarah Kerdirinya Kerajaan Kutai



Keberadaan Kerajaan Kutai Martapura sebenarnya kurang diketahui pada zaman dulu, ini dikarenakan sedikitnya informasi dari dalam maupun luar negeri yang bisa didapatkan, seperti prasasti atau berita dari luar negeri. Prasasti yang menunjukkan adanya Kerajaan Kutai Martapura yang bisa ditemukan saat ini adalah 7 buah prasasti (batu prasasti yang biasa disebut Yupa) di daerah Kalimantan Timur. Ketujuh prasasti itu menggunakan huruf pallawa dengan bahasa sansekerta kuno yang menunjukkan pengaruh India yang sangat kental pada kerajaan ini.
Letak Kutai

Kerajaan Kutai Martapura merupakan kerajaan tertua di Nusantara dan kerajaan hindu pertama di Indonesia. Sebenarnya nama Kutai adalah pemberian dari para ahli sejarah, ini dikarenakan tidak adanya bukti atau prasasti yang menyebutkan nama dari kerajaan itu. Berbagai sumber, khususnya berita dari Cina yang menyebutkan Kho-Thay, kata “Kho” yang berarti kerajaan, sedangkan kata “Thay” berarti besar, yang pada akhirnya dinamakan Kutai, yang berarti kerajaan besar. Ada juga sumber yang berasal dari berita India yang menyebutkan istilah Quetaire yang berarti hutan belantara. Selain berita atau pendapat dari luar negeri, kitab Negarakrtagama juga menyinggung istilah Kutai dengan menyebutkan istilah Tunyung Kute atau dapat ditafsirkan dengan “Tunjung Kutai”. Kerajaan ini telah berkuasa dan menjalankan pemerintahannya pada abad ke-4 atau awal abad ke-5 masehi.
Kerajaan ini didirikan oleh Maharaja Sri Kundungga (ada yang menyebut dengan Kundunga atau Kudunga) di tempuran sungai Mahakam dan sungai Kedung Rantau, Muara Kaman, Kalimantan Timur pada seputar tahun 350 M. Selama dia berkuasa, yaitu sekitar tahun 350-375 M, Maharaja Sri Kundungga didampingi permaisuri yang bernama Sri Gamboh (Mahadewi Gabok). Mereka memiliki 5 orang puteri, yakni Puteri Karang Kelungsu, Puteri Ragel Mayang, Puteri Ragel Kemuning, Puteri Mayang Sari dan Puteri Sri Gari (Mahadewi Sri Gari).
Setelah mundurnya Maharaja Kundungga dari tahtanya, dia digantikan oleh Sri Aswawarman yang menikahi Puteri Sri Gari, jadi Sri Aswawarman sebenarnya adalah menantunya. Setelah naik tahta menjadi raja kedua Kutai Martapura, Maharaja Aswawarman memliki 3 orang putra, yakni :
1. Wamsaragen atau lebih dikenal dengan nama Maharaja Sri Mulawarman Nala Dewa, sebagai putra mahkota yang kelak menjadi raja Kutai Martapura.
2.  Wamsejenjat atau Maharaja Dijayawarman yang kelak menjadi raja di Campa (Kamboja). Wamsejenjat kelak melahirkan Dapunta Hiyang (Raja Sriwijaya) dan Darma Setu.
3.  Wamseteku atau Maharaja Gurnawarman yang kelak melahirkan Maharaja Purnawarman (Raja Tarumanagara).


Gambar 1.2
aa
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Gambar 1.1