Sabtu, 25 Oktober 2014

Sejarah Kerajaan Kutai

Sejarah Kerdirinya Kerajaan Kutai



Keberadaan Kerajaan Kutai Martapura sebenarnya kurang diketahui pada zaman dulu, ini dikarenakan sedikitnya informasi dari dalam maupun luar negeri yang bisa didapatkan, seperti prasasti atau berita dari luar negeri. Prasasti yang menunjukkan adanya Kerajaan Kutai Martapura yang bisa ditemukan saat ini adalah 7 buah prasasti (batu prasasti yang biasa disebut Yupa) di daerah Kalimantan Timur. Ketujuh prasasti itu menggunakan huruf pallawa dengan bahasa sansekerta kuno yang menunjukkan pengaruh India yang sangat kental pada kerajaan ini.
Letak Kutai

Kerajaan Kutai Martapura merupakan kerajaan tertua di Nusantara dan kerajaan hindu pertama di Indonesia. Sebenarnya nama Kutai adalah pemberian dari para ahli sejarah, ini dikarenakan tidak adanya bukti atau prasasti yang menyebutkan nama dari kerajaan itu. Berbagai sumber, khususnya berita dari Cina yang menyebutkan Kho-Thay, kata “Kho” yang berarti kerajaan, sedangkan kata “Thay” berarti besar, yang pada akhirnya dinamakan Kutai, yang berarti kerajaan besar. Ada juga sumber yang berasal dari berita India yang menyebutkan istilah Quetaire yang berarti hutan belantara. Selain berita atau pendapat dari luar negeri, kitab Negarakrtagama juga menyinggung istilah Kutai dengan menyebutkan istilah Tunyung Kute atau dapat ditafsirkan dengan “Tunjung Kutai”. Kerajaan ini telah berkuasa dan menjalankan pemerintahannya pada abad ke-4 atau awal abad ke-5 masehi.
Kerajaan ini didirikan oleh Maharaja Sri Kundungga (ada yang menyebut dengan Kundunga atau Kudunga) di tempuran sungai Mahakam dan sungai Kedung Rantau, Muara Kaman, Kalimantan Timur pada seputar tahun 350 M. Selama dia berkuasa, yaitu sekitar tahun 350-375 M, Maharaja Sri Kundungga didampingi permaisuri yang bernama Sri Gamboh (Mahadewi Gabok). Mereka memiliki 5 orang puteri, yakni Puteri Karang Kelungsu, Puteri Ragel Mayang, Puteri Ragel Kemuning, Puteri Mayang Sari dan Puteri Sri Gari (Mahadewi Sri Gari).
Setelah mundurnya Maharaja Kundungga dari tahtanya, dia digantikan oleh Sri Aswawarman yang menikahi Puteri Sri Gari, jadi Sri Aswawarman sebenarnya adalah menantunya. Setelah naik tahta menjadi raja kedua Kutai Martapura, Maharaja Aswawarman memliki 3 orang putra, yakni :
1. Wamsaragen atau lebih dikenal dengan nama Maharaja Sri Mulawarman Nala Dewa, sebagai putra mahkota yang kelak menjadi raja Kutai Martapura.
2.  Wamsejenjat atau Maharaja Dijayawarman yang kelak menjadi raja di Campa (Kamboja). Wamsejenjat kelak melahirkan Dapunta Hiyang (Raja Sriwijaya) dan Darma Setu.
3.  Wamseteku atau Maharaja Gurnawarman yang kelak melahirkan Maharaja Purnawarman (Raja Tarumanagara).


Gambar 1.2
aa
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Gambar 1.1

Bukti yang menunjukkan berdirinya kerajaan kutai martapura antara lain:
Sampai kini prasasti tertua di Indonesia teridentifikasi berasal dari abad ke-5 Masehi, yaitu prasasti Yupa dari kerajaan Kutai, Kalimantan Timur. Pada tahun 1879 ditemukan beberapa buah prasasti yang dipahatkan pada tiang batu. Tiang batu itu disebut  Yupa, yaitu nama yang disebutkan pada prasasti-prasastinya sendiri. Sampai saat ini telah ditemukan tujuh buah Yupa, dan masih ada kemungkinan Yupa yang lain belum ditemukan.
Prasasti-prasasti yang ditemukan di Kalimantan Timur itu mula-mula ditemukan hanya empat buah, kemudian tiga buah yang lainnya ditemukan. Menurut Kern, huruf yang digunakan adalah huruf palawa dengan bahasa sansekerta. Semuanya dikelurkan atas titah (perintah) seorang penguasa daerah itu pada masa tersebut, yang bernama Mulawarman, yang dapat dipastikan bahwa Ia adalah seorang Indonesia asli, karena kakeknya masih mempergunkan nama Indonesia asli, Kundunga.
Bukti Maharaja Aswawarman adalah ayah dari Maharaja Mulawarman adalah tulisan prasasti yupa yang berbahasa sansekerta yang dikutip dari buku sejarah nasional Indonesia : Crimatah cri-narendrasya; kundungasya mahatmanah; putro svavarmmo vikhyatah; vancakartta yathancuman; tasya putra mahatmanah; trayas traya ivagnayah; tesan trayanam pravarah; tapo-bala-damanvitah; cri mulavarmma rajendro; yastva bahusuvarnnakam; tasya yajnasya yupo yam; dvijendrais samprakalpitah (Soejdono, 2010:36).
Yang artinya :
Sang Maharaja Kundungga yang amat mulia memiliki putra mashur Sang Aswawarman, yang menyerupai Angsuman (dewa matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarman memiliki tiga putra, seperti api (yang suci).yang terkemuka dari ketiga putra itu adalah Sang Mulawarman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri emas-amat banyak. Untuk peringatan kenduri itulah, tugu batu ini didirikan oleh para Brahmana.

Kehidupan Ekonomi  Kerajaan Kutai pada masa Mulawarman
            Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut ini :
1.      Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian baik sawah maupun ladang, merupakan mata pencaharian utama masyarakat Kutai. Melihat letaknya di sekitar Sungai Mahakam sebagai jalur transportasi laut, diperkirakan perdagangan masyarakat Kutai berjalan cukup ramai.
2.      Kehidupan ekonomi masyarakat kutai juga dapat dilihat dari salah satu prasati Kutai, yang bertuliskan :
Transkripsi:
srimato nrpamukhyasya
rajnah sri-mulawarmmanah
danam punyatame ksetre
yad dattam vaprakesvare
dvijatibhyo‟ gnikalpebhyah.
vinsatir ggosahasrikam
tansya punyasya yupo „yam
krto viprair ihagataih.
Terjemahan:
Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka,
telah memberi sedekah 20.000
ekor sapi kepada para
brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam tanah
yang suci (bernama) Waprakeswara. Buat (peringatan)
akan kebaikan budi sang raja itu, tugu ini telah dibuat oleh para Brahmana yang datang ke tempat ini
 Keberadaan 20.000 ekor lembu yang dipersembahkan oleh Raja Mulawarman kepada paa brahmana telah menunjukkan adanya usaha peternakan yang dilakukan oleh masyarakat kutai.


Kehidupan Sosial Kerajaan Kutai pada masa Mulawarman
            Dari semua prasati yupa, hampir tidak ada kemungkinan untuk mengungkapkan bagaimana kira-kira kehidupan kemasyarakatan pada zaman kerajaan Kutai kuno. Hal ini disebabkan prasati-prasasti itu boleh dikatakan tidak sedikit pun berbicara tentang masyarakatnya. Ini tidak berarti bahwa kita sama sekali tidak dapat membayangkan bagaimana keadaan masyarakat pada masa itu. Ditulisnya prasasti-prasasti Mulawarman dengan menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, merupakan petunjuk bagi kita untuk menduga bagaimana keadaan masyarakat pada waktu itu. Walaupun tidak jelas, dapat dipastikan bahwa ketika itu sudah ada sebagian penduduk Kutai kuno yang hidup dalam suasana peradaban India. Mengingat bahwa Sansekerta pada dasarnya bukanlah bahasa rakyat India sehari-hari, melainkan bahasa resmi untuk masalah-masalah keagamaan, dapat disimpulkan bahwa ketika itu di Kutai kuno sudah ada golongan masyarakat yang menguasai bahasa Sansekerta. Ini berarti bahwa kaum brahmana pada masa itu merupakan suatu golongan tersendiri dalam masyarakat Kutai kuno.
            Golongan lainnya adalah kaum ksatria, yang terdiri dari kaum kerabat Mulawarman. Golongan ini sampai pada masa tersebut rupanya masih terbatas kepada orang-orang yang sangat erat hubungannya dengan raja saja. Di luar kedua golongan yang secara resmi hidup dalam suasana peradaban India itu, masih terdapat golongan lain yang boleh dikatakan berada di luar pengaruh India. Mereka adalah rakyat Kutai kuno pada umumnya, yang terdiri dari penduduk setempat, dan masih memegang teguh agama asli leluhur mereka. Barangkali di samping mereka yang terdiri penduduk asli, juga terdapat kaum brahmana yang berasal dari India, yang bagaimanapun juga, tentu telah turut memegang peran yang cukup penting dalam usaha penghinduan keluarga raja Mulawarman. Masih menjadi pertanyaan apakah upacara yang disebutkan di dalam prasasti dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di India. Namun, jika dilihat jenis-jenis benda yang dihadiahkan raja kepada kaum brahmana, seperti lembu, minyak (menurut Chhabra: biji wijen), dan lampu dapat diperkirakan bahwa upacara dilakukan berpedoman pada aturan-aturan dari India. Akan tetapi, sejauh mana aturan itu ditaati, termasuk penggunaan musik untuk mengiringi upacara, belum dapat dipastikan karena sedikitnya data.
Kehidupan Agama Kerajaan Kutai pada masa Mulawarman
Berlainan dengan kehidupan sosialnya, kita lebih banyak mengetahui tentang kehidupan keagamaan pada masa Mulawarman. Hal ini disebabkan semua prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini membicarakan upacara selamatan dalam memperingati salah satu kebaikan atau pekerjaan yang dilakukan oleh Mulawarman. Disebutkannya nama Angsuman, yaitu sebutan dewa matahari dalam agama Hindu, memberikan kepastian kepada kita bahwa setidak-tidaknya Mulawarman adalah penganut agama Hindu. Petunjuk ke arah ini lebih jelas lagi karena dalam prasasti yang lain disebutkan upacara sedekah yang dilakukan oleh Mulawarman bertempat di waprakeswara, sebidang tanah yang dianggap suci. Dalam upacara tersebut telah dihadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk para brahmana, sehingga untuk memperingati kejadian tersebut para brahmana merasa bahwa sudah pada tempatnya jika mereka dirikan sebuah yupa.
Waprakeswara adalah suatu tempat suci untuk mengadakan persajian, disebutkan dalam 2 prasasti diantara 7 prasasti yupa. Menurut Krom, waprakeswara berasal dari kata vapra/vapraka yang berarti pagar. Jadi, dapat disimpulkan “ waprakeswara adalah suatu tempat yang berpagar, mungkin semacam punden desa”(Santiko, 1989:2).
Yang menarik adalah penyebutan raja Mulawarman seperti raja Yudhistira yang mengalahkan raja-raja lain. Masih menjadi pertanyaan apakah dengan menyebut nama Yudhistira berarti cerita Mahabharata sudah dikenal secara meluas? Juga apakah disebutkannya Mulawarman mengalahkan raja-raja lain berarti sudah ada kerajaan lain kecuali kerajaan Mulawarman? Ataukah yang dimaksud raja-raja lain sebenarnya hanya semacam kepala suku atau pemimpin suatu kelompok masyarakat?.
Dengan keterangan-keterangan tersebut dapat dipastikan bahwa agama yang dipeluk oleh Sang Raja Mulawarman adalah agama syiwa, agama yang kemudian sangat umum di tanah Jawa. Para brahmana yang disebut di dalam prasasti Sang Mulawarman itu, pastilah brahmana yang beragama Syiwa. Dari keterangan semua prasasti, dapat diduga bahwa Mulawarman adalah seorang raja yang sangat baik hubungannya dengan kaum brahmana. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan pada setiap prasastinya selalu dikatakan, bahwa yupa-yupa yang mengagungkan namanya, semuanya didirikan oleh kaum brahmana, sebagai semacam pernyataan terima kasih atau penghormatan kepada sang raja atas kebaikan-kebaikannya terhadap mereka.
Dalam sumber lain, disebutkan bahwa agama Hindu di Kerajaan Kutai mulai berkembang pada masa pemerintahan Raja Aswawarman. Agama Hindu yang berkembang adalah Hindu Syiwa sebagai dewa tertinggi. Dewa Syiwa diyakini sebagai simbol Brahma yang memiliki kekuatan untuk meleburkan alam semesta. Perkembangan agama Hindu Syiwa dibuktikan dengan adanya tempat suci yang bernama Waprakeswara yang digunakan untuk memuja Dewa Syiwa. Di Kerajaan Kutai, agama Hindu Syiwa menjadi agama resmi, walaupun hanya berkembang di lingkungan istana. Sedangkan, rakyat Kutai masih menganut kepercayaan kaharingan. Kaharingan adalah kepercayaan suku Dayak di Kalimantan, yang menyembah Ranying Hatalla Langit sebagai pencipta alam semesta.



 Daftar Pustaka

Soejono, R.P. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.
 Adji, K.B. 2014. Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara. Yogyakarta: Araska.

Raditya, I.N. 2010. Kerajaan Kutai Martapura. (Online)
Diakses 18 september 2014 
Ikwan, Al. 2014. Sejarah Raja-Raja Kerajaan Kutai Martadipura, Abad Ke 4. (Online) http://www.sejarahnusantara.com/kerajaan-hindu-buddha/sejarah-raja-raja-kerajaan-kutai-martadipura-abad-ke-4-10012.htm
Diakses 18 september 2014
Ahira, anne. 2013. Sejarah Kerajaan Kutai Martadipura. (online)
diakses 18 september 2014
fahmi, chaerul. 2011. Kerajaan Kutai (Martapura) Mulawarman. (online)
diakses 18 september 2014





 






1 komentar:

  1. Halo gan/min Saya mau tau apa bukti bahwa Aswawarman adalah menantu dari Kudungga bukan anak dari Kudungga? Saya butuh bukti tertulis atau sebagainya

    BalasHapus