Kerajaan
Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa
Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak
di sekitar Kota Kediri sekarang.
Perkembangan Kadiri
Masa-masa
awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang
II (1044) yang diterbitkan Kerajaan
Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua
kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah
Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104
atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa
hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui,
sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa
sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang
ditemukan.
Kerajaan
Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya
berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang
terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu
Menang.
Pada masa
pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu
mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di
Nusantara,
bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini
diperkuat kronik Cina
berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa
itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab,
Jawa, dan Sumatra.
Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani
Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra
dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Chou Ju-kua
menggambarkan di Jawa penduduknya menganut 2 agama : Buddha dan Hindu.
Penduduk Jawa sangat berani dan emosional. Waktu luangnya untuk mengadu
binatang. Mata uangnya terbuat dari campuran tembaga dan perak.
Buku
Chu-fan-chi menyebut Jawa adalah maharaja yang punya wilayah jajahan :
Pai-hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, Malang), Hi-ning
(Dieng), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua
Barat), Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu (Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun,
mungkin Gorong atau Sorong di Papua Barat atau Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo
(Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai di Sulawesi), dan
Wu-nu-ku (Maluku).
Penemuan Situs
Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan
Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi
tentang kerajaan tersebut.
Karya Sastra Zaman Kadiri
Seni sastra
mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan
Mpu Panuluh.
Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa
atas Korawa,
sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh
juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya.
Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara
bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman
pemerintahan Kertajaya
terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Runtuhnya Kadiri
Kerajaan
Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya,
dan dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakretagama.
Pada tahun
1222 Kertajaya
sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok
akuwu Tumapel.
Kebetulan Ken Arok
juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.
Perang
antara Kadiri dan Tumapel
terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok
berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri,
yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel
atau Singhasari.
Setelah Ken
Arok mengalahkan Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan
Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati
Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada
tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.
Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara,
karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok.
Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan
Kadiri, namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang
dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Raja-Raja yang Pernah Memerintah Kediri
Berikut
adalah nama-nama raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota Kadiri:
1. Pada saat Daha menjadi ibu kota kerajaan yang masih
utuh
Airlangga,
merupakan pendiri kota Daha sebagai pindahan kota Kahuripan.
Ketika ia turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibelah menjadi dua. Daha
kemudian menjadi ibu kota kerajaan bagian barat, yaitu Panjalu.
Menurut Nagarakretagama,
kerajaan yang dipimpin Airlangga tersebut sebelum dibelah sudah bernama Panjalu.
2. Pada saat Daha menjadi ibu kota Panjalu
- Sri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042).
- Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
- Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
- Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
- Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
- Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
- Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
- Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
- Sri Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.
3. Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari
Kerajaan
Panjalu runtuh tahun 1222 dan menjadi bawahan Singhasari.
Berdasarkan prasasti Mula Malurung, diketahui
raja-raja Daha zaman Singhasari, yaitu:
- Mahisa Wunga Teleng putra Ken Arok
- Guningbhaya adik Mahisa Wunga Teleng
- Tohjaya kakak Guningbhaya
- Kertanagara cucu Mahisa Wunga Teleng (dari pihak ibu), yang kemudian menjadi raja Singhasari
4. Pada saat Daha menjadi ibu kota Kadiri
Jayakatwang,
adalah keturunan Kertajaya yang menjadi bupati Gelang-Gelang. Tahun 1292 ia
memberontak hingga menyebabkan runtuhnya Kerajaan Singhasari. Jayakatwang
kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri. Tapi pada tahun 1293 ia dikalahkan Raden Wijaya
pendiri Majapahit.
5. Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit
Sejak tahun
1293 Daha menjadi negeri bawahan Majapahit
yang paling utama. Raja yang memimpin bergelar Bhre Daha tapi hanya bersifat
simbol, karena pemerintahan harian dilaksanakan oleh patih Daha. Bhre Daha yang
pernah menjabat ialah:
- Jayanagara 1295-1309 Nagarakretagama.47:2; Prasasti Sukamerta - didampingi Patih Lembu Sora.
- Rajadewi 1309-1375 Pararaton.27:15; 29:31; Nag.4:1 - didampingi Patih Arya Tilam, kemudian Gajah Mada.
- Indudewi 1375-1415 Pararaton.29:19; 31:10,21
- Suhita 1415-1429 ?
- Jayeswari 1429-1464 Pararaton.30:8; 31:34; 32:18; Waringin Pitu
- Manggalawardhani 1464-1474 Prasasti Trailokyapuri
6. Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit
Menurut Suma Oriental
tulisan Tome Pires,
pada tahun 1513 Daha menjadi ibu kota Majapahit
yang dipimpin oleh Bhatara Wijaya. Nama raja ini identik dengan Dyah
Ranawijaya yang dikalahkan oleh Sultan
Trenggana raja Demak tahun 1527.
Sejak saat
itu nama Kediri
lebih terkenal dari pada Daha. Dan pada saat ini berdasarkan peta daerah
kekuasaan Kerajaan Majapahit dan peta Provinsi Jawa Timur maka dapat dilihat
bahwa Kota Daha pada saat ini berada di daerah sekitar Kota Madiun dan Magetan,
Provinsi Jawa Timur.