PENGARUH HUBUNGAN BILATERAL TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI MALAYSIA PASCA
KEMERDEKAAN TAHUN 1957
Binti Khoiru Nikmah, Dewi Faizah, Rizqi Dian Saputra
Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
Abstract
Malaysia became a liberated Nation in the 1957,
makes them a new free Nation in Southeast Asia region. Soon after its
proclamation, the newborn country Malaysia puts a deep interest in the economic
development. Malaysia, which is already a rich-in-natural capital constantly
increase their economic level to run against other Southeast Asian country and
one of their effort was to lent itself to many foreign capitalists to invest or
commit a bilateral agreement. Some of them was Japan and Vietnam. The relation
between Japan and Malaysia budging in manufacture industries while the relation
with Vietnam are most likely in tourism sector.
Key
words: Malaysia,
Economic Development, Bilateral.
Malaysia merupakan
salah satu negara di Asia Tenggara yang bisa dikatakan masih cukup baru.
Malaysia merdeka dari penjajahan Inggris beberapa tahun setelah kemerdekaan
Indonesia yaitu pada tahun 1957. Penduduk Malaysia masih serumpun dengan
Indonesia dan Filiphina yaitu Melayu. Dalam Ricklefs (2012 :212) dijelaskan bahwa Malaysia dibagi menjadi dua
bagian yang dipisahkan oleh Laut Cina Selatan kurang lebih 640 km. Malaysia
Barat meliputi bagian selatan
Semenanjung Malaya sedangkan bagaian Timur Malaysia lebih besar yaitu terdiri
dari dua negara bagian Sabah dan Sarawak di seperempat bagian utara pulau besar
Kalimantan.
Setelah kemerdekaan
tahun 1957 pastinya telah terjadi banyak perubahan dalam berbagai bidang
kehidupan negara Malaysia. Salah satu perubahan itu dapat dilihat dari segi
ekonomi, dikarenakan perubahan ekonomi yang baik terkadang juga mempengaruhi
bidang-bidang lainnya. Dalam Perpustakaan Nasional ( 1989 :208) dijelaskan
bahwa sekitar 40% dari penduduk Malaysia bermata pencaharian sebagai petani.
Tanaman terpenting dalam lahan pertanian adalah padi, kelapa, dan sayuran.
Selain itu negara Malaysia juga
merupakan penghasil timah terbesar di dunia. Tidak hanya sebagai penghasil
timah ternyata Malaysia juga memiliki karet serta minyak bumi. Sekitar tahun
1970 produksi minyak bumi di Malaysia meningkat secara drastis. Produksi minyak
tersebut menghasilkan seperempat devisa Malaysia menejelang tahun 1980an.
Penjelasan tersebut
dapat diketahui bahwa Malaysia pasca kemerdekaannya sudah mampu membangun
perekonomian dengan baik. Malaysia juga sudah melakukan hubungan dengan negara
lain. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya devisa negara dari minyak
bumi. Dalam Perpustakaan Nasional (1989: 213) dijelaskan bahwasanya Malaysia
mampu menjadi salah satu bangsa yang paling memeberi harapan baik di Asia
Tenggara. Standar hidup negara Malaysia adalah menempati urutan keempat
tertinggi di Asia. Malaysia juga
merupakan negara penganjur utama bagi kerja sama regional dan anggota pendiri
ASEAN, yang berupaya memajukan kerja sama anatara negara-negara dalam wilayan
tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka artikel ini akan membahas mengenai
Pengaruh Hubungan Bilateral Terhadap
Perkembangan Ekonomi Malaysia Pasca Kemerdekaan Tahun 1957 guna mengetahui
seberapa besar pengeruh negara lain terhadap perkembangan ekonomi Malaysia
setelah kemerdekannya.
Sejarah
dan Keadaan Ekonomi Awal Negara Malaysia
Pada abad 18 Inggis mulai menguasai lepas pantai
pulau Penang. Dalam Perpustakaan Nasional (1989: 213) dijelaskan bahwa pengaruh
Inggris di wilayah Penang penyebaran sangat cepat dan luas sekitar abad 19
sehingga dengan waktu yang tidak lama semua negara Melayu jatuh ke bawah
pengawasan Inggris. Pada awal tahun 1900 Inggris membuat kubu pertahanan yang
kuat di Sarawak dan Kalimantan Utara (Sabah). Pada masa pemerintahannya Inggris
mendirikan pabrik karet, memperluas pertambangan serta melakukan pembangunan
jalan kereta api.
Tahun 1941-1942
Jepang menyerbu Asia Tenggara beserta wilayah kekuasaan Inggris. Akan tetapi
pada tahun 1945 Inggris dapat merebut kembali wilayah kekuasannya dari Jepang.
Setelah tiga tahun Inggris berhasil menyusun kesembilan negara Melayu menjadi
Persekutuan Tanah Melayu dan mendapat kemrdekaan tahun 1957. Malaka dan Penang
termasuk dari negara Persekutian Tanah Melayu. Kemudian pada tahun 1961 Perdana
Menteri Malaysia menyerankan agar Singapura, Sabah, Sarawak, dan Brunei
dimasukkan ke dalam Persekutuan Tanah Melayu. Setelah melakukan perundingan
selama 2 tahun akhirnya terbentuk Federasi Malaysia tepatnya tanggal 16
September 1963. Brunei serta negara
protektorat Inggris di Kalimantan Utara tidak bergabung dalam Federasi tersebut
dan tahun 1965 Singapura keluar dari Federasi.
Menurut Seiichi dalam
Yuniarti (2008: 1) pada dekade pertama setelah memperoleh kemerdekaannya tahun
1957, ekonomi Malaysia menghadapi banyak masalah dengan kenyataan negara
agraris dan secara etnis dan status sosial terfragmentasi. Sampai akhir tahun
1967, perekonomian didasarkan hampir seluruhnya pada produksi komoditi primer,
terutama karet dan timah, dan tergantung sepenuhnya pada pasar Inggris. Akan
tetapi dalam tiga dekade berikutnya, Malaysia berhasil bertransformasi menjadi
ekonomi industri berorientasi ekspor yang berkembang cepat, dengan kebijakan
ekonomi dan manajemen industri yang tepat sebagai jalan setapak menuju
pembangunan yang cepat. Pasca Kemerdekaannya Malaysia sangat mengutamakan
perkembangan ekonominya. Dalam Angkita (2012) dijelaskan bahwa Malaysia
berusaha membuka lapangan industri dan perdagangan agar menarik investor asing
menanamkan modal dan menjalin kerjasama dengan negara tersebut.
Hal tersebut terbukti
seperti yang dijelaskan dalam Yuniarti
(2008: 2) bahwa sekitar tahun 1980 telah terjadi ledakan investasi di akhir tahun yang mengubah perekonomian dan memicu
pertumbuhan Gross Domestic Product
(GDP), dan sekitar tahun 2000-an akhir, Malaysia menjadi salah satu produsen
dan ekportir besar peralatan elektronik, minyak dan gas alam cair, kayu dan
produk kayu, minyak kelapa, karet, tekstil dan produk-produk kimia. Dari uraian
tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan ekonomi Malaysia tidak lepas dari
peranan negara lain.
Hubungan
Bilateral Malaysia dengan Vietnam
Salah satu syarat
terbentuknya suatu negara adalah dengan adanya pengakuan dari negara lain,
sebagaimana Indonesia yang berbentuk pemerintahan republik ini sebelum di
ikrarkan menjadi negara dahulu juga perlu mendapat pengakuan dari negara lain.
Malaysia yang merupakan salah satu negara yang berbatasan langsung dengan
Indonesia pasti mempunyai sejarah dalam negaranya yang mungkin tidaklah berbeda
jauh dengan sejarah negara kebanyakan. Malaysia merdeka pada 31 Agustus 1957
dengan bentuk pemerintahannya yang monarki konstitusional bebereapa tahun
kemudian ia mulai banyak melakukan tindakan-tindakan demi kepentingan
negaranya, yang salah satunya adalah dengan melakukan hubungan bilateral dengan
negara-negara termasuk Indonesia, Vietnam serta negara negara lainnya.
Penjelasan lebih lanjutnya adalah mengenai hubungan bilateral yang dilakukan
antara Malaysia dengan Vietnam.
Malaysia yang faktanya sering terjadi
konflik dengan Indonesia baik dalam bidang budaya, kelautan dan sebagainya
ternyata mampu menjalin hubungan bilateral yang baik dengan negara lain di Asia
Tenggara yakni Vietnam. Malaysia dan Vietnam ternyata telah lama menjalin
hubungan diplomatik bilateral teritung sejak 30 Maret 1973 Hubungan kedua
negara ini bisa berjalan harmonis dan komprehensif sebab para pemimpin senior
dari kedua pihak negara saling melakukan kunjungan-kunjungan kepada negara
tersebut. Kunjungan pada ahir tahun 2013 dilakukan oleh Raja Malaysia Abdul
Halim Mu’adzam Shah di Vietnam. Tahun 2013 adalah tahun yang sungguh-sungguh signifikan bagi kedua
negara Vietnam-Malaysia untuk memperingati ultah ke-40 penggalangan hubungan
diplomatik (Cuong Trung: 2013).Kedua negara tersebut sudah 43
tahun memupuk kerjasama yang boleh dikatakan menemui loncatan yang berarti,
sebab kerjasama yang dilakukan hampir dalam semua bidang seperti diplomasi,
militer, perdagangan, investasi, ketenaga-kerjaan dan lain lain.
Malaysia-Vietnam
juga menjalin hubungan dalam bidang keamanan-pertahanan ditandai dengan
penandatanganan pemufakatan kerjasama kerjasama pertahanan yang selama ini
telah berjalan secara kondusif. Tidak hanya sekedar hitam di atas putih,
praktik yang dilakukannya adalah dengan adanya pertukaran delegasi-delegasi
militer tingkat tinggi serta siswa militer.
Tidak berhenti pada
bidang keamanan-pertahanan kedua negara ini juga melakukan kerjasama dalam
bidang kepariwisataan. Mengingat kedua negara ini sama-sama berpotensial dalam
hal pariwisata sehingga sering di adakan promosi dan sosialisasi antar negara
yang keduanya sama-sama diterima dengan baik. Hal tersebut semakin memupuk rasa
pengertian dan kepercayaan antar kedua negara Malaysia dan Vietnam. Wisatawan
dari Vietnam ke Malaysia pada tahun 2012 saja sudah mencapai dua ratus ribu
orang yang pastinya ini akan terus bertambah setiap tahunnya.
Dalam rangka keberlangsungan kehidupan
suatu negara yang di dalamnya terdapat ribuan juta jiwa manusia pasti tak akan
pernah lepas dari kebutuhan ekonomi. Tidak cukup negaranya aman dan
kepariwisataan yang ramah akan pengunjung mampu mensejahterakan rakyatnya,
namun yang pokok adalah kebutuhan akan perekonomiannya. Malaysia dan Vietnam
juga melakukan hubungan bilateral dalam bidang perdagangan, di mana kedua
negara tersebut saling memberikan untung.
Mitra dagang merupakan salah satu jalan
bagi kedua negara ini untuk melangsungkan hubungan bilateral dalam bidang
perdagangannya sehingga mampu menghasilkan kepuasan dari masing-masing negara.
Dalam praktiknya Vietnam menjadi mitra dagang nomor lima bagi Malaysia
sedangkan Malaysia menjadi mitra dagang nomor tiga bagi Vietnam. Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa Malaysia masih perlu atas hubungan bilateral ini,
sebab kebanyakan barang yang dikonsumsi adalah berasal dari Vietnam. Kaitannya dengan
mitra dagang, adapun barang yang di ekspor dari Vietnam ke Malaysia antara lain
adalah berupa minyak kasar, komputer, produk elektronik, onderdil dan lainnya. Dari awal tahun ini sampai dengan Juli 2013,
nilai ekspor barang dagangan Vietnam ke Malaysia mencapai kira-kira USD
2,87 miliar, meningkat 21,6% terbanding dengan masa yang sama tahun
lalu (Cuong Trung. 2013). Sedangkan
barang ekspor Malaysia untuk Vietnam hampir sama meliputi minyak, produk
elektronik, onderdil serta lainnya.
Sama
halnya dengan Indonesia, dalam bidang pertanian masih banyak sebagian dari
mereka yang bertani di sawah maupun berkegiatan di kebun, sehingga untuk
kebutuhan pangan sendiri mereka masih mengutamakan hasil dari dalam sendiri.
Namun tidak berarti Malaysia tidak menerima bahan pangan dari negara luar,
hanya saja Mereka masih merasa cukup dengan apa yang dihasilkannya.
Hubungan
Bilateral antara Malaysia dengan Jepang Pasca tahun 1957
Jepang adalah negara
maju di Asia. Perekonomiannya di dukung dalam bidang industri. Sudah banyak
sekali negara yang menjalin hubungan bilateral dengan Jepang salah satunya
adalah Malaysia. Perindustrian Jepang antara lain adalah industri elektronik,
kendaraan bermotor, kapal, kimia, farmasi, tekstil, dan makanan. Hubungan Jepang
dengan Malaysia di bidang ekonomi juga mengutamakan industri. Dalam Iqbal
(2014: 169) dijelaskan bahwa investasi Jepang di Malaysia telah meningkat
secara drastis sejak adanya liberalisasi
peraturan investasi asing Jepang pada tahun 1969. Sebelum tahun 1960 terdapat
15 buah perusahaan Jepang di Malaysia. Menjelang tahun 1980-an, jumlah itu
telah meningkat menjadi hampir 300 buah perusahaan dan jumlah investasi Jepang
di Malaysia berjumlah hampir 1 miliar ringgit. Jepang juga telah berhasil
menggantikan posisi Amerika Serikat yang merupakan investor terbesar di
Malaysia. Hal tersebut menunjukkan peranan Jepang yang sangat besar dalam
memajukan ekonomi Malaysia.
Menurut Iqbal (2014:
170) mengatakan bahwa faktor utama alasan investasi Jepang di negara-negara
berkembang adalah keuntungan perbandingan. Sektor industri Jepang setelah
Perang Dunia Kedua adalah berintensifkan buruh. Apabila pembangunan Jepang
semakin pesat, biaya tenaga kerja dan bahan-bahan juga meningkat, dan ini
menyebabkan perusahaan-perusahaan Jepang mulai memindahkan operasi mereka ke
negara-negara berkembang yang memiliki pasokan tenaga kerja yang lebih banyak
dan murah. Selain itu dapat diketahui bahwa pada dasarnya Jepang sangat minim
sumber daya alamnya. Invetasi pertama Jepang di Federasi Malaya adalah pada
tahun 1957 dalam usaha pabrik tekstil yang melibatkan perusahaan Malayan
Weaving Mills (MWM). Pada tahun 1958, pabrik pengalengan ikan Tuna dan sosis
juga dibuka oleh Kaigai Gyogyo Corporation di Penang.
Menjelang tahun 1961, Jepang melakukan investasi dalam pembuatan pasta
gigi, potongan asbes, barang laut, asam gultamik dan potongan besi. Investasi
Jepang yang berorientasi ekspor mulai masuk ke Malaysia pada pertengahan tahun
1960, yang berfokus terhadap pembangunan dan perbaikan kapal, pembuatan jam,
mesin listrik, dan bagian atau komponen listrik. Penggerak proyek investasi ini
adalah para konglongmerat Jepang. Sistemnya seperti penanaman saham. Setiap
perusahaan memiliki perbedaan besar saham sehingga memberikan keuntungan yang berbeda
pula yang tentunya itu tidak sedikit.
Investasi Jepang
mulai meningkat pada akhir tahun 1960-an. Dalam Iqbal (2014: 174-175) kira-kira
delapan investasi Jepang masuk dalam perusahaan pada tahun 1962, termasuk
Malayawata Steelmill, tetapi dari akhir tahun 1960-an, perusahaan patungan
Jepang meningkat pesat. Pada tahun 1965, terdapat 22 perusahaan patungan dimana
antaranya 13 sektor industri dan selebihnya di sektor pertambangan, pada tahun
1969 terdapat 46 perusahaan patungan dan meningkat menjadi 189 patungan
menjelang 31 Maret 1970. Kebanyakan perusahaan Jepang adalah dalam sektor
manufaktur. Perusahaan-perusahaan Jepang ini terlibat dalam sektor minyak bumi
dan kimia, baja, logam, produk kayu, makanan, tekstil, listrik dan elektronik, dan
industri mesin transportasi. Fokus investasi Jepang terarah kepada pengolahan
sumber daya alam untuk memasok input untuk industri Jepang.
Menurut Lubis (2003)
Tahun 1976-1980 telah terjadi peningkatan dalam hal hubungan perdagangan dengan
Jepang. Akan tetapi pada tahun 1981-1983 Malaysia mengalami penurunan
perdagangan dengan Jepang. Hal tersebut disebabkan dua alasan yaitu, yang
pertama disebabkan oleh menurunnya harga komoditi secara drastis sehingga
menyebabkan penurunan ekspor Malaysia ke Jepang dan Malaysia meningkatkan
kebutuhan impor dari Jepang, terutama produk-produk kimia dan industri berat.
Kemudian tahun 1997 terjadi krisis di Asia yang menyebabkan banyak para
investor Jepang yang menarik investasinya dari negara-negara Asia termasuk
Malaysia. Akan tetapi Malaysia dapat segera menangani permasalahan tersebut dan
bangkit, sehingga menyebabkan terjalinnya hubungan dengan Jepang lagi. Jepang
memulai investasi di Malaysia kembali. Pada tahun 2000 hingga 2003 nampak
investasi Jepang berangsur-angsur meningkat.
Kerjasama antara Jepang dengan Malaysia
ternyata juga masih berlanjut hingga kini. Dalam Abdullah (2016) dinyatakan
bahwa ekonomi Islam adalah kunci kerjasama antara Jepang dengan Malaysia. “Kombinasi antara perekonomian Jepang dan Islam nampaknya
sangat aneh untuk beberapa orang tapi bagi bangsa Jepang itu sangat alami.
Untuk terlibat dalam ekonomi Islam merupakan suatu hal yang baru,” kata Hirosyi
Naka saat peluncuran produk syariah baru oleh Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ
(M) Bhd (BTMU) di Kuala Lumpur.
Kesimpulan
Malaysia
merdeka pada tahun 1957, akan tetapi sudah mampu membangun perekonomiannya.
Penduduk Malaysia masih serumpun dengan Indonesia yaitu Melayu. Indonesia
dengan Malaysia adalah negara tetangga, meskipun Indonesia lebih dahulu merdeka
tapi ternyata dalam hal ekonomi Malaysi tidak kalah cepat berkembang.
Adapun
cara Malaysia mempercepat perkembangan ekonominya adalah dengan malakukan
hubungan bilateral dengan negara-negara lain sperti Vietnam dan Jepang.
Penanaman modal asig adalah cara yang cukup tepat untuk membentu perkembangan
ekonomi Malaysia. Sektor industri bagi Jepang dan kepariwisataan bagi Vitenam
adalah pilhan tepat. Bahkan hingga saat ini kerjasama antara ketiga negara
tersebut masih berlanjut mengingat adanya keuntungan yang menjanjikan.
Daftar
Rujukan
ASEAN.
Selayang Pandang Edisi ke-19,
tahun 2010. (Online), (http://www.kemlu.go.id/Documents/ASP%202010.pdf ), diakses 06 Maret 2016.
Cuong. Trung. 2013. Kerjasama Vietnam-Malaysia berkembang secara komprehensif di semua
bidang. (Online), (http://vovworld.vn/id-ID/Rumah-ASEAN/Kerjasama-VietnamMalaysia-berkembang-secara-komprehensif-di-semua-bidang/183365.vov), diakses 06 Maret 2016
Iqbal, Uqbah, dkk. 2014. Landskap ekonomi Malaysia sebelum Dasar
Ekonomi Baru: Peranan pelaburan Jepun. (Online), (http://www.ukm.my/geografia/images/upload/15a.geografia-apr2014-uqbah%20etal-edam.pdf),
diakses 6 Maret 2016.
Lubis, Arlina N. 2003. Dampak Foreign Direct Investment Jepang di Malaysia. (Online), (http://library.usu.ac.id/download/fe/manajemenarlina%20lbs.pdf),
diakses 21 Maret 2016.
M. G. Ricklefts. 2013. Sejarah Asia Tenggara dari Masa Prasejarah
sampai Kontemporer. Depok: Komunitas Bambu.
M. Angkita, Richa. 2012. Pembangunan Ekonomi Politik Malaysia.
(Online),(Pembangunan%20ekonomi%20politik%20malaysia. Html), diakses 6 Maret
2016.
Perpustakaan Nasional. 1989. Negara dan Bangsa. Jakarta: PT. Widyadara.
Yuniarti. 2008. Peran Negara dalam Pembangunan Industri di Malaysia. (Online),
(http://portal.fisip-unmul.ac.id/site/wp-), diakses 6 Maret 2016.